Kolong Timah

Kolong merupakan lubang besar dan ada banyak sekali di Pulau Belitung. Lubang yang mirip kawah ini adalah hasil sekaligus saksi bisu penambang material tanah (baik timah maupun kalolin) besar-besaran di masa lalu hingga saat ini. Bila dilihat dari atas pesawat, kolong-kolong ini terlihat eksotis saat terisi air berwarna hijau kebiruan dan berwarna hitam pabila telah mencapai usia puluhan tahun. Google Earth pun tidak mau ketinggalan untuk menampilkan visualisasi pemandangan didarat Pulau Belitung.

Kolong-kolong inilah sumber uang hingga detik ini tidak ada habis digali. Begitu material timah pada satu kawasan dirasa sudah minim atau habis, pindah lagi ke kawasan baru. Meninggalkan kawasan lama yang sudah berkolong, menciptakan kolong baru untuk mencoba berjudi mencari uang di lobang kolong yang baru. Begitu terus menerus. Entah kapan ini akan berakhir. Reklamasi menang sudah berjalan, namun masih jauh dari yang diharapkan.



Dulu ada Billiton Maatschappij yang didirikan oleh John Francis Loudon sebagai kuasa dan penguasa atas penambangan timah di Belitung, setelah diambil alih Indonesia, nama PT Timah muncul dan penguasa tunggal eksplorasi tambang timah. Pernah ada juga PT KIA Keramik di Tanjungpandan yang memproduksi keramik, porselein dimana bahan bakunya adalah kaolin. Namun sekarang ini PT KIA Keramik di Belitung sudah kolaps.
Kini masyarakat Belitung tidak sedikit untuk berusaha menguasai lahan penuh harta karun tersebut disamping memang tidak ada/ minimnya lapangan pekerjaan lain yang menjanjikan serta dijanjikan oleh pemerintah.
Tahun 2011 lalu, harga timah sempat menembus 130-140 ribu rupiah untuk per kilonya. Andaikan saja jika mereka bisa mendapatkan 25 kilogram bahkan sampai 500 kilogram perharinya, maka jika di kalkulasi kasar mereka bisa dapatkan 3,5-70 juta seharinya. Di triwulan pertama tahun 2012 ini, informasi yang saya gali menemukan harga timah berada pada kisaran Rp. 95.000 – Rp.110.000 untuk per kilogramnya.
Selama Belitung dikuasai PT. Timah apalagi Billiton Maatschappij, dengan keuntungan yang luar biasa dari hasil penjualan timah, masyarakat Belitung hampir tidak pernah menikmati untungnya. Kesenjangan yang luar bisa pernah melanda Belitung manakala PT. Timah merajai penambangan timah Pulau Belitung. Sebentuk kenikmatan yang hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menikmatinya.
Kalau merunut ke masa lalu, saya menjadi maklum mengapa penguasa Belitung (Depati) waktu itu menyangkal bahwa Belitung adalah kaya akan timah. Para Depati tersebut seolah mendapat firasat akan nasib Belitung ratusan tahun kemudian setelah kematian mereka. Sepertinya hal itu benar. Timah hanya mensejahterakan segelintir orang saja.
Kalau saja bukan karena John Francis Loudon yang keras kepala dan bersikeras untuk melakukan penelitian ulang tentang kandungan timah di bumi Pulau Belitung 27 Juni 1851 silam, mungkin ceritanya akan berbeda. Namun sejarah telah terukir seiring dengan banyaknya kolong-kolong yang tercipta hingga detik ini.
Kolong-kolong di Belitung yang baru saja ditinggalkan hanya menjadi kolam biru kehijauan. Dimanfaatkan sebagain pihak untuk menarik kunjungan wisatawan seperti photographer untuk mencari objek bidikan yang tidak mungkin ditemukan di tempat lain selain di Belitung.
Nun jauh disebarang lensa sang photographer, sebagian masyarakat asyik menambang timah untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Kolong-kolong baru terus bermunculan bak jamur dimusim hujan…

Leave a Reply

Silahkan Tulis Komentar Anda, Sopan dan Berwibawa